Gambar diatas adalah sekumpulan Sales Promotion Girl/Boy (SPG/B) yang bergaya di depan toko yang baru buka di salah satu pusat perbelanjaan di Medan Sumatera Utara. Wajahnya jelas sumringah menyiratkan semangat dan optimisme mereka menghadapi sale ramadhan dan lebaran.
Kunjungan saya ke Medan salah satunya adalah memanage toko exist dan toko yang baru buka dan bazar. Lokasi toko kami masuk dalam trafic yang padat pengunjung sehingga dalam waktu singkat berhasil menarik pengunjung belanja di situ.
Secara pribadi saya adalah pengagum SPG/B sejak lama. Dulu waktu masih sebagai karyawan Matahari Department Store Jakarta, saya punya banyak anak buah pramuniaga dan mengelola SPG/B. Iseng-iseng saya cerita ke sahabat saya, kalo nggak keburu kawin mungkin istri saya adalah seorang pramuniaga atau SPG karena saking seringnya bertemu, trisno jalaran soko nggelibet. Heehehe... Ini serius, saudara!
Dunia SPG adalah dunia wanita. 90 % mereka adalah wanita. Saya 3 tahun mengenal mereka baik pikiran, kegelisahan dan cita-cita mereka yang sederhana. Benar saja, begitu mereka kawin, sebagian besar mereka berhenti sebagai SPG. Pekerjaan SPG hanya bisa dilakoni dalam waktu singkat, artinya selama mereka masih keliatan muda saja. Tidak ada wanita diatas 30 tahun yg masih "beredar" sebagai SPG.
SPG berasal dari beragam background, anak tukang becak, sopir, tukang bangunan, tukang jamu, dan macam-macamlah. Hampir mustahil SPG berasal dari anak direktur, apalagi menteri. Tapi jangan ditanya komitnment mereka berdiri, pasti lebih lama dari pasukan jaga di berbagai markas militer negara manapun. Anda nggak percaya? Coba hitung, bila mereka berdiri sehari minimal 5 jam dengan masa kerja 5 tahun saja (1 thn = 26 x 12 - 12 cuti) , maka artinya mereka sudah berdiri selama 5 x (26x12-12)= 5 x 300 = 1500 x 5 = 7.500 jam! Itu baru kalo mereka kerja lima tahun, Bos. Ada kok yang 10 sampe 15 tahun masih awet dengan profesi mereka. Bayangkan. Tentara mana yang bisa ngalahin SPG berdiri.
Maka sangat tak berperikemanusiaan bila para juragan mereka nggak ngasih gaji yang layak menurut ukuran negara ini. Apalagi kalo lemburannya tidak dihitung. Waduh, runyam, yak?
Lalu hubungannya dengan mudik? Yah jelas, gimana bisa mudik kalo sebagian juragan mereka mengikat mereka supaya tetep jualan di hari raya1 dan 2. Wah, alamat seumur-umur nggak bakal bisa melihat macet di pertigaan Cikampek atau dasyatnya kemacetan di Patrol Indramayu.
Masih tentang mudik. Saya dan keluarga nggak mudik sudah 4 lebaran ini. Kesian ya? Bukan! Mudik bagi saya hanya kegiatan yg nggak asyik di jalan dan berakhir dengan zero. Kalo hanya silaturahmi bisa dilakukan kapan saja. Ibu saya dikampung juga sudah magfum dengan "kebandelan" anaknya yang nggak mau repot tiap lebaran mudik. Banyak waktu lain yang lebih rilek dan santai untuk bertemu ibu dan kawan-kawan di kampung.
Belum lagi sibuknya orang menyiapkan acara mudik. Motor di service, mobil masuk bengkel lalu berlomba dengan (maap, ed.) setan di jalan agar bisa punya space cukup untuk tancep gas se-polnya, biar cepet sampe di rumah.
Saya pernah rebutan tempat, gara-gara ngasih tempat ke ibu-ibu tua di kereta sapujagad, ujungnya malah dapet tempat di WC kereta. Berjam-jam berdiri dengan posisi dewa mabuk sampai akhirnya sampe di Malang dan turun dengan langkah sempoyongan! Pernah juga naik bis dan macet habis di Indramayu, untuk waktu yang lama.
Waktu agak kaya dulu, pernah mudik pake mobil kantor lewat pantura. Macet, Bo. Betis rasa ilang dari dengkul. Ih..! Saking capeknya injek, gas, injek lagi, gas lagi. Aaahh...capek.
Orang bilang capeknya terbayar ketika bertemu keluarga di rumah. Lha, kalo baliknya gimana? capeknya siapa yang bayar?
Saat tulisan ini dibuat, saya tengah berada di sebuah gudang sempit di sebuah toko di Medan dimana ribuan orang berbelanja, berebut buang uang, demi sesuatu yang sungguh absurd, kecuali perasaan kalo nggak belanja seakan nggak ikut lebaran. Bah!
Semoga Allah melindungi hati seperti hati saya yang memandang orang yang sedang belanja seperti semut yang lagi pesta roti di tengah lapangan yang luas. Semoga pula mereka yang nggak punya THR, nggak punya uang dan nggak punya apa-apa di lebaran kali ini, Allah memberi mereka dengan rejeki yang lebih dasyat: kesehatan dan kesabaran yang paripurna. Subhanallah....
Komentar
Posting Komentar
Kalo Anda pengen diskusi lebih komprehensip, kirim ke email ini : sismulyanto@gmail.com