MAAP kali ini saya ingin bicara tentang laki-laki. Yak, mirip acara TV Nasional Men's Corner. Dunia ini memang dihiasi oleh wanita tapi jelas dibangun oleh laki-laki. Peradaban lama hancur muncul setelahnya peradaban baru. Siapa yang ngancurin? Laki-laki. Siapa pula yang bangun kembali? jawabnya: laki-laki.
So,keperkasaan laki-laki nggak sampe disitu. Borobudur konon dibangun lewat tangan ribuan laki-laki tanpa alas kaki apalagi safety helmet. Yerusalem hangus, yg menghangusin ya pasukan Sultan Saladdin saat berhadapan dalam Perang Salib. Masih banyak cerita tentang keheroikan laki-laki.
Laki-laki ngumpul dengan laki-laki, apa yang dibicarain? Kerja, hobi atau wanita. Bagi laki-laki hidup seperti lautan yang harus disampani buihnya, harus dilayari ombaknya dan wajib dipancingi ikannya. Hidup laksana beradu cepat dengan waktu. 60 tahun bisa jadi sebentar bila dalam hiruk pikuk hidupnya, laki-laki banyak urusan. Mulai perut sampai dibawah perut.
Saya saat umur 20-an tahun pernah bingung bin blo-on bertanya-tanya untuk apa duhai diriku hidup melata kayak kadal di muka bumi?
Nanya kesana-kemari nggak dapet jawabnya.
Sebenarnya bukan nggak dapet jawaban, tapi kuping saya yang buntu mendengar, dan otak saya yang bebal mengerti. Saat itu berlalu kurang lebih 5 tahunan. Lama bener, yak? Lagian siapa mau peduli dengar pertanyaan saya yang bila di jawab satu, malah muncul seribu pertanyaan baru yang njelimet! Siapapun ogah dengar.
Saya pernah ngerasa dag-dig-dug saat interview cari pekerjaan. Sering ditolak walau akhirnya ada yang nerima saya jadi karyawannya. Allah Maha Adil untuk urusan semua perut makhlukNya.
Enak-enak kerja, nggak link-and match dengan atasan, saya bisa ngabur, tiba-tiba... Oalah Le, lha wong kerjo kok ngambeg-an, begitu Ibu saya ngersulo melihat anaknya jobless. Saya hanya ikut sedih melihat ibu sedih. Tapi, ehm ada tapinya, penonton....
Boleh aja kan, pegawai berhenti melihat sesuatu yang nggak beres dikerjain bos-nya. Tul-nggak? Masak kita nrimo terus, sesuatu yang nggak hak (hak Arab) dikerjain dengan bangga oleh atasan kita. Iya kalo protes baik-baik nggak mempan, ya pisah kapal. Begitu prinsip saya hidup.
Benar saja penonton. Sering saya jadi jomblo, eh jombless. Alah, jobless, alias tunakarya. Kadang untuk waktu yang nggak bisa dibilang sebentar. Ya, istri yang harus sabar, hik...hik... Biasanya istri yang nerima setoran, ini gantian istri yang suply kebutuhan. Itu untungnya punya laki idealis (rela lapar, daripada hidup terhempas). Hik..hik...
Namun setelah lama ber-jobless. Wah...nggak enak juga. Hari-hari dirumah terus. Diam-diam capek juga. Sama-sama capek, tapi kalo kerja , tiap akhir bulan dapet gaji. Lha fans jobless? Dapet stress, doang!
Setelah usaha berbulan-bulan , beli Kompas tiap sabtu, karena banyak iklan lowongannya, akhirnya dream come true: alias kerjo maneh, Mas...
Bagi laki-laki, kembalinya dia bekerja menghasilkan uang adalah sama dengan kembalinya kehormatan yang hilang. Seperti kesatria yang menemukan kembali pedangnya, seperti tukang cukur yang nemu alat cukurnya dan seperti pak tani yang menemukan kembali cangkulnya.
Basically, laki-laki bekerja seperti laut yang dilayari, dan angin yang dihembuskan. Hidup kembali berdenyut. Lebih-lebih laki-laki yang bekerja, seperti kembalinya hegemoni yang mungkin hampir dilupakan oleh sejarah.
Bagaimana dengan Anda, Bos?
emang yang nulis lagi - laki..hehehe, yah seperti itulah jadi laki - laki, harus jadi laki - laki, kalo nggak bakal tergusur dengan emansisapi wanita yang udah terlalu dominan ingin mensejajarkan diri dengan laki2.
BalasHapus