Langsung ke konten utama

Drs.H. Ibrahim Hasani itu Abah saya...

Yak, namanya Drs. H. Ibrahim Hasani. Dia abah (mertua) saya yang sudah saya anggap sebagai abah kandung. Umurnya 68 tahun namun fisiknya masih tampak bugar. Abah tinggal di Komplek Gatot Subroto Banjarmasin bareng Mama. Dia panutan saudara-saudaranya. Tempaan hidup yang susah di kala kecil membuat dia keras terhadap hidupnya. Terbukti kini keempat anaknya sudah 'mentas' dari rumah besar mereka. Yang Sulung Kak Fitri Erliyana tinggal di Banjarmasin, anak kedua Radhiana Hastini menetap di Depok Jawa Barat, anak ketiga Laili Khairati tinggal di Banjarmasin dan anak keempat Hidayattan Noor menetap di Amuntai Kalsel.

Abah kerap pulang-pergi Banjarmasin-Jakarta terlebih semasa presiden Abdurrahman Wahid. Entah Rapimnas PKB atau meeting Dewan Masjid Indonesia, dimana beliau adalah pengurus Dewan Masjid Indonesia Kota Banjarmasin.

Abah sering ke tanah suci karena abah sering diminta sebagai pembimbing haji, kami yang muda jadi 'ngiri'. Tetapi itu adalah Jalan Allah bagi perjalan ritual abah.

Di Jakarta, abah sering nginap di rumah kami anaknya. Di kala senggang, kami sering berdiskusi tentang banyak hal. Mulai politik, dakwah, ekonomi dan liku-liku kehidupan. Sebagian besar komunikasi kami berlangsung hangat. Sering saya ikut 'menangis' terisak manakala abah berkisah hal yang sedih dan pahit, tapi tak jarang abah mengganti ceritannya dg cerita riang.

Ia sangat disayang anak-anaknya. Saya suka hobi abah pergi ke toko buku, misalnya TB. Walisongo. Pasti banyak buku abah borong. Nggak tau, haus benar akan ilmu. Yang muda kayak saya hanya bisa ngiri!

Abah juga sangat mencintai istrinya Mama H. Rabiatul Adawiyah. Mereka tampak kompak di usia senja.

Sehari-hari pensiunan dosen IAIN Antasari Banjarmasin ini masih disibukkan dengan mengajar di berbagai PTS di Banjarmasin, disamping pengajian di beberapa masjid. Waktu cuti Januari 2008 kemarin saya sempat ikut jadwal acara abah dalam seminggu; padat betul!

Hobi abah makan dengan ikan asin, biasanya sapat karing, itu favorit abah dari kecil.

Tulisan ini untuk mengingatkan saya bahwa abah banyak memberi makna bagi kehidupan anak dan menantunya. Karena saya ingat abah, saya tulis artikel ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ENGGAK MUDIK (LAGI) DI 2017

Biasalah Sodara-sodara.   Lebaran Juni 2017 ini saya dan istri nggak mudik.  Baik mudik ke Banjarmasin ato ke Banyuwangi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami sudah memutuskan untuk tidak akan mudik saat Lebaran tiba.  Mengapa? Selama hampir 22 tahun di Jakarta, saya mudik saat menjelang Lebaran terjadi pada 1997, 1998, 2000, 2001, 2003, 2004, 2006, 2009.  Setelah itu mudik tapi nggak menjelang Lebaran.  Artinya pulang kampungnya bisa dua kali tapi di bulan yang lain.  Kami tahu betapa hebohnya mudik menjelang lebaran.  Dari sulitnya cari tiket, desak-desakan di bis/kereta api, sampai susahnya pula perjalanan arus balik.  Itu sebabnya bila Anda ingin mudik rileks, tenang, damai dan fun, maka pilihlah mudik di luar Lebaran.  Lagian mana tahan orang 19 juta pemudik bergerak bersama di jalan yg itu-itu juga (Referensi, Budi K. Sumadi, Menhub).  Sangat tidak layak, berbahaya, dan menyengsarakan.  Kita bicara orang Jakarta yang mudik saja, prediksi total 4 juta saja dg asumsi mo

MENSIKAPI DATANGNYA MASA TUA

Setelah solat subuh di Mejid Al-Muqarrabin, pagi ini, 3 Muharam 1432 H atau 9 Desember 2010, saya buru-buru pulang. Apa pasal? Saya pengen buru-buru nulis di blog ini mumpung ingatan saya tentang materi kultum yang saya bawakan masih anget bin kebul-kebul. Heee..... Begitulah Pembaca Yang Budiman, saya barusan share pengetahuan dengan ngasih kultum di mesjid kali ketiga atau dalam 3 bulan terakhir ini. Seperti biasa materi saya kumpulin dari internet, Quran, beberapa hadist dan beberapa riwayat. Kebiasaan juga masih, saya mempersiapkannya jam 21.00 ampek 23.30 wib, terus siapin hape dengan irama alarm, biar nggak kelewat. Bahaya, kan? Inilah kira-kira isi ceramah itu: Assalamuaalaikum warrah matullahi wabaraktuh. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِهَدُ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ

LAKI-LAKI MENANGIS

DIANTARA karunia dan nikmat Allah bagi umat ini adalah Dia (Allah) mengutus Nabi Muhammad kepada kita. Dengan diutusnya Muhammad Rosulullah, Allah menjadikan mata yang buta menjadi terbuka, membuat telinga yang tuli menjadi mendengar, dan membuka kalbu yang terkunci mati. Diutusnya Rasulullah, Allah menunjuki orang yang sesat, memuliakan orang yang hina, menguatkan orang yang lemah dan menyatukan orang serta kelompok setelah mereka bercerai-berai. Selasa 5 Juli 2011 bila anda nonton TV-One live ada menanyangkan pemakaman KH. Zainuddin MZ. Kamera sempat menyorot dua tokoh nasional H.Rhoma Irama dan KH. Nur Iskandar SQ keduanya tampak menangis. Mengapa mereka menangis? Pernahkah anda menangis oleh karena melihat orang meninggal dunia? Ataukah kita baru mengingat pada kematian? Ad-Daqqa berkata : "Barangsiapa yang sering ingat kematian, ia akan dimuliakan dengan 3 hal, yakni : lekas bertobat, hati yang qanaah (menerima apa adanya ketentuan Allah), dan semangat dalam beribadah. &q