Pagi tadi saya naik sepeda motor ke kantor dengan perasaan saya setting 'takut'. Setting-an ini saya sengaja agar saya menaiki sepeda motor agak pelan. Biasanya sih, agak jos! Yah, kayak anak muda geetoo...Hehehe.
Ternyata dengan setting-an kendor bahkan nyaris tanpa emosi, perjalanan ke kantor jadi rileks, cool, dan menyenangkan. Dibalap crosser-crosser jalanan, adem aja. Dibalap bapak-bapak tua kayak Casey Stoner, cool aja. Pokoknya asyik aja.
Nggak tau kenapa, sekarang saya mulai takut ngebut. Takut tabrakan kali? Nggak enak kan, udah tua jatuh dari motor akibat tabrakan. Celakannya lagi gara-gara ngebut. Ih, jorok, udah tua masih aja ngebut.
Ya gitu deh. Saya sekarang akan belajar naik motor dengan setting-an kalem. Karena mulai ada takutnya. Hehehe. Tapi dibalik kekaleman tadi saya nemu ketenangan dan kenikmatan. Lha, wong jalan yang dilewati tiap hari sama, mosok kita pake motornya dengan kesetanan dan ngamuk ama jalan. Nggak logis!
Dimana gurihnya hidup?
Bukankah hidup harus disyukuri, dinikmati dari detik ke detik. Mau sedang di jalan kek, di mesjid kek, atau maap, sedang di kakus. Semuanya karunia Allah, Bro...
Saya inget waktu kecil di komplek AD (Angkatan Darat) dulu. Setiap ada acara suntikan cacar atau polio, ibu saya sering membawa kami ke pinggir kali untuk menghindari suntikan. Ibu tidak tega ngeliat anaknya nagis disuntik.
Untung kami sekarang nggak kena polio dan cacar. Bayangkan.
Sekarang ibu juga takut petir. Tiap kilat menyambar langit ibu kaget. Saya bilang, bukan ibu saja yang takut, tapi semua manusia di bumi juga takut. Tapi takut yang baik adalah takut sama Dzat yang punya petir. Bener nggak, Bu?
Saya jadi inget satu nama kampung di Depok sana yaitu Pondok Petir. Petir banyak bahkan diatas rata-rata di kampung itu. Makanya disebut Pondok Petir, alias omah gkuduk. Semoga Allah selalu diingat oleh penduduk kampung itu.
Goenawan Muhamad mantan GM Tempo bilang, bahwa takut adalah salah satu unsur yang membuat manusia selamat. Bukan berani. Orang pemberani biasanya malah cepat mati!
Menjadi takut kadang membosankan. Takut miskin jadi pelit. Takut nggak bisa nyenengin istri malah jadi perjaka tua. Takut nggak kaya malah korupsi, dan takut untuk tidak menjadi penakut malah phobia.
Saya paling takut kalo hidup nggak punya arti buat orang lain. Biar gembel, tapi harus memiliki nilai bila kita jadi mayat. Nggak penting kecil peran kita di dunia yang penting dikenang manfaat kita selama hidup di dunia. Saya nggak ingin bila saya mati, jasad saya sama seperti jasad-jasad lain; jasad saya harus punya sumbangan kayak Einstein, Newton dibidang sains atai Jimmi Hendrix di kalangan gitaris klasik dunia. Pengennya saya ingin dikenang seperti Sayyidina Ali atau Sunan Kalijogo bila mati kelak.
Tapi apa yang saya lakukan sekarang akan bisa menjadi seperti dua nama terakhir nanti, itu dia masalahnya.
Ya Pemilik Dunia, hamba ikhlas menjadi apapun kini dan nanti, tapi bolehkah hamba berharap pasca kematian nanti, akan dikenang seperti para syuhada, seperti para ahli sholat, seperti para ahli dzikir yang wajahnya selalu teduh di saat apapun karena tahu hidupnya dekat denganMu.
Wahai Pemilik Semesta, ataukah hamba yang sekarang adalah sebaik-baiknya calon mayat yang terbaik bagi kehidupan setelah kematian hamba kelak.
Ya Allah, Ya Rabbi, Ya Karim....
Ternyata dengan setting-an kendor bahkan nyaris tanpa emosi, perjalanan ke kantor jadi rileks, cool, dan menyenangkan. Dibalap crosser-crosser jalanan, adem aja. Dibalap bapak-bapak tua kayak Casey Stoner, cool aja. Pokoknya asyik aja.
Nggak tau kenapa, sekarang saya mulai takut ngebut. Takut tabrakan kali? Nggak enak kan, udah tua jatuh dari motor akibat tabrakan. Celakannya lagi gara-gara ngebut. Ih, jorok, udah tua masih aja ngebut.
Ya gitu deh. Saya sekarang akan belajar naik motor dengan setting-an kalem. Karena mulai ada takutnya. Hehehe. Tapi dibalik kekaleman tadi saya nemu ketenangan dan kenikmatan. Lha, wong jalan yang dilewati tiap hari sama, mosok kita pake motornya dengan kesetanan dan ngamuk ama jalan. Nggak logis!
Dimana gurihnya hidup?
Bukankah hidup harus disyukuri, dinikmati dari detik ke detik. Mau sedang di jalan kek, di mesjid kek, atau maap, sedang di kakus. Semuanya karunia Allah, Bro...
Saya inget waktu kecil di komplek AD (Angkatan Darat) dulu. Setiap ada acara suntikan cacar atau polio, ibu saya sering membawa kami ke pinggir kali untuk menghindari suntikan. Ibu tidak tega ngeliat anaknya nagis disuntik.
Untung kami sekarang nggak kena polio dan cacar. Bayangkan.
Sekarang ibu juga takut petir. Tiap kilat menyambar langit ibu kaget. Saya bilang, bukan ibu saja yang takut, tapi semua manusia di bumi juga takut. Tapi takut yang baik adalah takut sama Dzat yang punya petir. Bener nggak, Bu?
Saya jadi inget satu nama kampung di Depok sana yaitu Pondok Petir. Petir banyak bahkan diatas rata-rata di kampung itu. Makanya disebut Pondok Petir, alias omah gkuduk. Semoga Allah selalu diingat oleh penduduk kampung itu.
Goenawan Muhamad mantan GM Tempo bilang, bahwa takut adalah salah satu unsur yang membuat manusia selamat. Bukan berani. Orang pemberani biasanya malah cepat mati!
Menjadi takut kadang membosankan. Takut miskin jadi pelit. Takut nggak bisa nyenengin istri malah jadi perjaka tua. Takut nggak kaya malah korupsi, dan takut untuk tidak menjadi penakut malah phobia.
Saya paling takut kalo hidup nggak punya arti buat orang lain. Biar gembel, tapi harus memiliki nilai bila kita jadi mayat. Nggak penting kecil peran kita di dunia yang penting dikenang manfaat kita selama hidup di dunia. Saya nggak ingin bila saya mati, jasad saya sama seperti jasad-jasad lain; jasad saya harus punya sumbangan kayak Einstein, Newton dibidang sains atai Jimmi Hendrix di kalangan gitaris klasik dunia. Pengennya saya ingin dikenang seperti Sayyidina Ali atau Sunan Kalijogo bila mati kelak.
Tapi apa yang saya lakukan sekarang akan bisa menjadi seperti dua nama terakhir nanti, itu dia masalahnya.
Ya Pemilik Dunia, hamba ikhlas menjadi apapun kini dan nanti, tapi bolehkah hamba berharap pasca kematian nanti, akan dikenang seperti para syuhada, seperti para ahli sholat, seperti para ahli dzikir yang wajahnya selalu teduh di saat apapun karena tahu hidupnya dekat denganMu.
Wahai Pemilik Semesta, ataukah hamba yang sekarang adalah sebaik-baiknya calon mayat yang terbaik bagi kehidupan setelah kematian hamba kelak.
Ya Allah, Ya Rabbi, Ya Karim....
Komentar
Posting Komentar
Kalo Anda pengen diskusi lebih komprehensip, kirim ke email ini : sismulyanto@gmail.com