Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2008

SEKALI LAGI TENTANG IBU

PAGI tadi, Kamis, 27 November 2009, saya pergi ke kantor jam 08.00. Paling siang dibanding jam-jam berangkat saya sebelumnya. Rute tetep biasa, perempatan Kelapa Dua Cimanggis, Depok, Cijantung, Condet kalibata, Pengadegan, dan Auri. Begitu masuk Auri saya menyalip seorang ibu-ibu sedang bawa dua tas. Dia berjilbab. Perawakannya mirip ibu saya almarhum. Deg. Jantung saya berdetak lebih cepat. Tanggal 9 November 2009, tiga minggu yang lalu saya ditinggal ibu. Tapi baru hari ini hati saya tersentak demi melihat ibu-ibu tua berjalan bergegas. Entah sedang mengunjungi anaknya atau apa. Aduh senangnya dikunjungi ibu, pikir saya. Sama dengan ketika ibu tanggal 12 Oktober lalu mengunjungi saya anaknya. Wajah ibu tampak tidak secerah tahun-tahun lalu, walau berusaha nampak gembira begitu ketemu saya anaknya. Ibu adalah alamat dimana kita pulang. Waktu kecil, saya termasuk generasi anak mbok-mbok-en, alias nggak bisa jauh dari sosok ibu. Sampai usia 15 tahun saya nggak pernah jauh d

THAWAF

JANGAN dikira saya menulis ini gampang. Tidak. Menulisnya memang tinggal ngalirin kata di kepala aja, tetapi saya mesti uber-uberan dengan waktu. Di kantor buka jam 09.00 pas. Jadi saya nyampe kantor jam 08.30 atau 08.45 pagi. Praktis hanya 15 menit saya nulis. Istilah saya kegiatan nulis ini sebagai "sedekah", karena akan dibaca oleh banyak anak buah saya di field di seluruh Indonesia. Dan asal anda tahu begitu jam 09.00 datang, komputer udah lelet bin lemot alias susah diajak posting sebiji kata pun. Karena yang akses udah bejibun. Menurut Ari Ginanjar Agustian, Master ESQ Way, semua benda di jagad raya ini selalu berthawaf mengelilingi Gusti Allah. Ada keteraturan di semesta ini. Setelah direnung-renung, tampaknya saya berangkat kerja ke kantor pake motor lewat Cijantung, Kampung Gedong, Condet, Cililitan, Jambul, Kalibata, Pengadengan, Auri, masuk Mampang 8. lalu pulangnya kadang arah sebaliknya ato ambil rute Warung Jati Barat, Kampung Gedong, Cijantung lalu Ci

KEBANGSAAN

Saya lagi bosen ngeliat TV yang memperdebatkan iklan PKS yang nayangin tokoh nasional. Ilan PKS memang membuat banyak kontroversi. Di satu sisi orang PKS ngotot kalo itu hanya tayangan untuk mengingatkan kita kembali pada para pahlawan nasional. Tapi banyak pihak yang melihat itu sebagai akal bulus PKS untuk meraih simpati massa. Memang boleh saja, siapapun nayangin tokoh, dalam rangka kampanye. Tapi apa yang ditanyangin PKS cenderung 'menggunting' di tikungan. Itu yang membuat banyak pihak berang. Saya juga heran kenapa orang pinter banyak di PKS tapi membuat konsep iklan yang agak 'miring', begini. Jangan-jangan mereka sudah mentok ide untuk men-develop raihan simpati untuk Pemilu 2009. Iklan PKS itu banyak memunculkan polemik yang mungkin mereka pikir bisa mendongkrak popularitas, tapi saya kira itu langkah blunder dalam beriklan di ranah publik. Di Elshinta TV pernah ditayangin tokoh pengusaha batik Papua yang bicara tentang kegigihannya memproduksi batik

DAN KUDEKAP KEMATIAN ITU

"Wis koe turu-o Le, Ibu ate turu..." lalu kututup pintu kamar Ibu. Seperti biasa minggu (9/11/08) malam jam 19.45 aku menyiapkan makan malamku. Aku makan berdua istriku. Nasi kukaut, sayur kuambil dari mangkuk, dan telur dadar buatan istriku sudah kupotong separoh untukku dan untuk istriku. "Laillaha...., laillaha., !" Aku dan istriku berlari ke kamar. Kami dapati ibu tengah terengah-engah sambil berusaha mengeja kalimat Laillahaillallah. Dengan cepat saya dan istri membimbing dia dengan Lailahaillallah. Tiga kali. Begitu ibu sempurna melafadzkan kalimat suci itu, kudekap ibu sambil saya pegang dahinya, ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Inalillahi wa ina illahi rojiun.... Ibu pergi menemui sang khalik dengan damai. Empat jam kemudian, saya dan istri bersama 2 driver Yayasan Bunga Kamboja, sudah menyusuri tol Cikampek menuju kota kelahiran ibu, Banyuwangi, Jawa Timur. Jarak dari Jakarta kurang lebih 1.500 km kami tempuh dalam waktu 23 jam diseling solat su

TAKUT

Pagi tadi saya naik sepeda motor ke kantor dengan perasaan saya setting 'takut'. Setting -an ini saya sengaja agar saya menaiki sepeda motor agak pelan. Biasanya sih, agak jos! Yah, kayak anak muda geetoo...Hehehe. Ternyata dengan setting -an kendor bahkan nyaris tanpa emosi, perjalanan ke kantor jadi rileks, cool, dan menyenangkan. Dibalap c rosser-crosser jalanan, adem aja. Dibalap bapak-bapak tua kayak Casey Stoner, cool aja. Pokoknya asyik aja. Nggak tau kenapa, sekarang saya mulai takut ngebut. Takut tabrakan kali? Nggak enak kan, udah tua jatuh dari motor akibat tabrakan. Celakannya lagi gara-gara ngebut. Ih, jorok, udah tua masih aja ngebut. Ya gitu deh. Saya sekarang akan belajar naik motor dengan setting-an kalem. Karena mulai ada takutnya. Hehehe. Tapi dibalik kekaleman tadi saya nemu ketenangan dan kenikmatan. Lha, wong jalan yang dilewati tiap hari sama, mosok kita pake motornya dengan kesetanan dan ngamuk ama jalan. Nggak logis! Dimana gurihnya

PEMUDA PENJUAL ROTI

SEBAGAI suami, tugas harianku di rumah adalah membuang sampah tiap bakda isya. Itu biasa kulakukan disamping membantu meringankan tugas istri juga agar malam hari rumah kami nggak kemasukan tikus. Kebayang dong, kalo ada sisa sampah numpuk di dapur malam-malam. Pasti "Si Tio" ini akan pesta pora bareng geng-nya semalam suntuk. Itu sebabnya, biar gerimis, biar penat, biar apa aja pasti kusempatkan diri untuk buang sampah. Lagian lokasinya nggak jauh dari rumahku. Paling 10 meter di muka rumah. Minggu malam ( 2/11/08) kemarin, selepas bakda isya biasa aku buang sampah. Takl seperti biasa di situ ada anak muda penjual roti keliling lagi asyik mbenerin letak mantel plastiknya. Tuh mantel bukan mantel kali, tapi lebih pas disebut plastik tipis warna putih transparan yang anda semua pasti tahulah, itu biasa dipake untuk buntel krupuk. Tapi untuk "calon entrepreneur" ini, plastik tsb dipake untuk fungsi mantel. Padahal jelas dia bukan krupuk, kan? Hehehe... Sam