KANG HIRA. Begitu saya biasa memanggil namanya. Saya kenal pertama kira-kira tahun 2005. Waktu itu saya HRD & ADM Manager pada PT. Pachira Distrinusa di Kelapa Gading. Pertemuannya serba biasa. Dia mengantar Bu Meli, istrinya, tiap pagi dan kadang kami ketemu di bawah dekat ruang operator.
Waktu Pak Mukhlis meminta saya untuk mencarikan tenaga salesman yang akan diperbantukan ke Area Sales Manager Bandung, Bu Meli iseng nanya: Pak kalo A-Hira boleh nggak coba daftar? Silakan, jawab saya singkat. Pendek cerita Kang Hira masuk. Setelah di kasih pembekalan oleh Pak Mukhlis (Managing Director), Pak Toro ( Deputy Chief GM), Pak OOk (Finance Director), dan HRD & ADM Mgr, pergilah dalam damai Kang Hira ke Bandung. Ia diperbantukan ke Pak Tritura Nugroho (ASM Bandung).
Seiring bergulirnya waktu, sebelum lebaran 2005, Pak Mukhlis kasih sign ke saya untuk siap-siap rotasi ke Bandung sebagai ASM dan Pak Tri pindah ke Semarang.
Benar saja. Saya abis lebaran 2005 ke Bandung ketemu dengan Kang Hira. Di Bandung tim pemasaran kami ada tiga orang selain saya, Kang Hira juga ada Ugi sebagai Customer Service. Sebagai ASM yang punya teritorial Jawa Barat, saya sering ajak Kang Hira ke Tasik, Garut, Sukabumi, Cianjur, Cirebon, Subang dan kemana saja selama ada prospek customer. Tugas saya di Bandung bukan yang pertama. Tahun 2004 malah setahun penuh saya dagang disana dengan tim pemasaran yang sedikit berbeda: Saya, Ugi dan Heriyanto, Salesman, asal Majalengka.
Sering dalam rangka kunjungan ke customer, kami mesti nginep untuk esoknya kembali ke customer lagi. Jadi tidak bolak-balik ke Bandung. Kami bawa Xenia baru jatah kantor untuk melanglang buana mencari customer. Bila waktu makan siang ato malam tiba, kami menepi. Biasa, saya memesan sup ayam dan Kang Hira pesan ikan Kanang. Giliran bayar, saya terperanjat,...jat,....jat..jat...!!! Masak tagihan makan Kang Hira lebih besar dari tagihan makan saya. "Dasar muke, gileeee....!" sembur saya.
"Kan dibayarin kantor..." begitu alasan dia.
Sejak itu saya kasih red sign, kalo lebih dari plafon kantor, lebihnya bayarin sendiri. nah baru agak reda "hobbi" Kang Hira. Hobi lainnya adalah setiap kali abis makan, Kang Hira langsung pamit ke ke belakang. Belakangan saya tahu, ternyata dia cacingan. Hahahaha....
Kang Hira type pekerja keras. Untuk ukuran laki-laki, dia berkulit putih dan agak ganteng, dia tidak segan untuk angkat2 barang kayak cabe bubuk, cabe cair, ato bawang cair. Abis itu dia mandi. Setelah jam lima, ato jam kantor. kalo nggak ada kerjaan, dia ke rumah uwaknya di Buah Batu untuk tanding game dengan A-Haris, sepupunya. Kadang ampek tengah malam. Saya tinggal di kantor sampai pagi.
Akibat gonjang-ganjing perekonomian, tahun 2005 saya mutusin keluar dari Pachira, dan Kang Hira sebulan kemudian ikut resign. Keputusan saya keluar agak emosional karena nggak mau di ping-pong oleh instruksi yang nggak friendly.
Saya bekerja sama memproduksi saos-kecap dengan Kang Doni, menantu Pak Totok, salah satu pelanggan Pachira Bandung. Itung-itung, belajar wirausaha. namun setelah didalami, produksi lancar tapi market yang nggak lancar. Setelah dua bulan, cost living saya kebesaran dibanding gaji saya dari produksi. Akibatnya saya serahkan produksi ke Kang Doni, saya bareng Kang Hira ke Cirebon ketemu Haji Basuni untuk meminta persetujuan sebagai distributor Surabraja wilayah Bogor dan Jakarta.
Haji Basuni setuju, bahkan kami dipinjami mobil pick up bak terbuka untuk modal nganter saos-kecap ke existing pelanggan. Seminggu kemudian, kami sudah mondar-mandir Cimanggis - Parung, base camp baru kami untuk angkut saos-kecap ke pelanggan wilayah Parung, Bogor, Leuliang, Curug, Serpong, Gobang, Rumpin, Gunung Batu, Jasinga, dan wilayah Depok, Cibubur, Cijantung.
Awalnya wajah istri saya agak kecut melihat saya pulang bawa pick up. Lha biasae bawa sedan ato Xenia, gimana penilaian temen-temen komplek, begitu jalan pikirannya. Sebagai imam, ike cuek-bebek aja. Lha wong mesti diterima kok pakek lihat respon teman-teman, segala. Akhirnya istri nyerah liat gaya saya, menjadi juragan yg agak dekil se-komplek Cimanggis.
Perihal Kang Hira, tiap pagi dia berangkat dari rumahnya dikawasan "elit" Pisangan Lama menuju rumah saya di Cimanggis, lalu bersama ke Parung baru jalan memutari bumi Allah dagang kecap. Pernah saya suatu kali ke rumah Kang Hira, air mata saya jatuh bercucuran melihat "bentuk dalaman real estate yang Kang Hira tempati. Mirip isi Titanic waktu pecah jadi dua. Hahaha...
Semoga Allah nanti mengganti real estate beneran, untuk dia dan istri. Amin.
Hampir tujuh ato delapan bulan saya tandem ama Kang Hira menembus pasar-pasar becek untuk masarin saos-kecap Surabraja. Dari sisi produk, bisa bersaing, tapi dari sisi nagih piutang, kami kelabakan. Wajah kami kan cool dan ramah, mana mungkin kami dapet tegas nagih piutang. Tiap bulan nyaris tak ada sisa cash di tangan, akhirnya kami tutup keagenan kami untuk Surabraja. Sisa produk kami retur dan mobil kami balikin ke Cirebon.
Kami belum kapok. Terbukti kami melakukan kerjasama serupa dengan Herman Witjahya, juragan Kertasari yang memproduksi saos-kecap kelas premium dari Bandung. Pak Herman is wellcome, cumak keberatan minjamin mobil untuk operasional. kami nekad aja. Tapi ternyata penetrasi dua bulan tak menggoyahkan pasar kecap premium wilayah Depok dan Jakarta Timur yg sudah mantep dikuasai Sasa, ABC, Del Monthe dan lain-lain. Keagenan ini kami tutup tiga bulan kemudian.
Istri sudah nyap-nyap agar kami nyari kerja normal, nggak usah bermimpi jadi pengusaha. Awalnya bisa ditahan. Tapi lama-lama ambrol juga pertahanan. Kami coba ngelamar kerja lagi. Kang Hira masuk di Pabrik Es-nya Pak Robert di Kelapa Gading dan saya diterima sebagai Asisten Manager Marketing di Sekolah Tingi Ilmu Ekonomi GICI Atrium Senen. Dua hari Kang Hira berhenti bekerja lalu jadi driver pribadi sebuah keluarga di deket rumahnya di Rawamangun.
Gonta-ganti pekerjaan menjadi rapot kami masing-masing, tetapi kami tetep menjaga silaturahmi. Kang Hira type teman yang loyal dan menghibur. Sementara saya sok menjadi penasehat dan pengarah gaya. Wik, kayak kerja di majalah, pakek pengarah gaya, segala. Hahaha...
Kang Hira kenal ibuk saya, malah jemput ibuk saya waktu ibuk datang dari kampung dan mampir di Balaraja, Tangerang. Sedang saya, pernah ke Tasikmalaya beberapa kali ke rumah orangtua Kang Hira. Saya anggap Kang Hira saudara dan begitu sebaliknya dia pada saya. Beberapa bulan ke depan ini, kami tengah garap proyek bersama yang Insya Allah, akan membawa manfaat buat banyak umat. Gitu kan, Kang?
Doain ya, pembaca....
Komentar
Posting Komentar
Kalo Anda pengen diskusi lebih komprehensip, kirim ke email ini : sismulyanto@gmail.com