(Duhai Allah, semoga tulisan saya menenangkan jiwa saya dan mencerahkan yang membacanya.)
Facebook bagi saya adalah search engine di dunia nyata. Bisa juga "kemah" yang kita buat biar kawan kita melihat rumah kita, itu di Pramuka. So kehadiran facebook hanyalah semacam alat saja, bukan segalanya. Mungkin karena saya laki-laki, mateng, dan simple, sehingga facebook hanya dipake untuk itu. Mangkanya saya agak heran melihat kaum hawa, ibu-ibu, yang men-tagline-kan facebook sebagai "sahabat utama" hidupnya kini.
Kata-kata seperti : Aaarrrrch, mules...., atau lagi BT sering saya jumpai manakala saya membaca postingan mereka.Saya adalah orang yang percaya; apa yg kita tulis, atau kita katakan, (sadar atau tidak) menggambarkan cara berpikir kita. Soft character kita kebaca. Banyak orang nggak peduli dengan ini. Dan saya sangat peduli. Kenapa?
Tulisan dan ucapan yang ditulis, menggambarkan pribadi seperti apa anda. Ada yang tampak, ragu-ragu, ada juga yang suka jadi follower, tapi ada juga yang mendominasi. Sehari mengirim postingan lebih dari satu. Konco yo, mblenger to, Mbak...
Bagi sebagian orang facebook adalah seperti TV, yang bebas siaran dengan materi dari kita. Apa saja yg kita kerjakan, dumeh bebas, di ekspos. Nyayur ditulis, molet ditulis, mengerang ditulis. Opo ae ditulis. Lha kok gayane koyok artis "dadakan" kabeh? Mangkanya kalo ada kawan yg minta di add, memang saya akan mudah meng-add-nya. Tapi setelah 3 hari, postingannya "nyebelin, kemetak, gak duwe udel, eneg dirasa dipikiran, ngerusak cuaca" , langsung tak gendong eh, salah. Langsung tak hapus, tak busek, dan tak delete selamanya dari daftar temen saya. Duwe mata 2 kok, baca yang nggak perlu. Kecian amat mata dan hati saya, keisi dengan postingan nuclear waste.
Tapi ada juga yang tetep saya pertahankan di data teman, walau obrolannya agak sengak. Itu karena ada kedalaman hubungan; teman satu SMA, satu kerjaan dan sebagainya.Yah pemutihan-lah.
Kadang saya "gilo" kalo melihat satu postingan, yag ngomentari banyak banget. padahal kalo ditilik, gak onok apa-apane. Cumak lok-lok an, thok. Koyok ngene kok dibahas se? Heran, nek postingan sampah, akeh banget sing komen. Tapi nek postingan lurus, gak patek onok sing komen. Pantes Kanjeng Nabi pernah "ngendiko" nek ndik neroko ngono, penghuninya padat merayap.
Saya kali lain sering ngasih komen pada teman yang kalo posting komen, nggak ada komen yang mengikuti. Tindakan itu untuk memberi solidaritas, dukungan dan motivasi sehingga nggak patek kelihatan aneh aja; nulis "ijen" tanpa kawan.
Facebook juga terbuka terhadap kreativitas, foto dan dukungan pada grup. Pada foto banyak yang mengira dengan menampilkan foto elit, dilingkungan yang gemerlap akan "mendongkrak: nilai charakter mereka. Padahal omongannya banyak yang sia-sia, najis dan kurang indah di telinga. Tidakkah mereka belajar di John Roberts Power tentang pikiran, berkata-kata, dan bahasa tubuh?
Facebook adalah alat jitu pencarian teman. Fungsi ini sangat ajaib. Selama teman kita punya account facebook, kita dapet mencarinya di belahan bumi manapun. Namun facebook juga menjadi lautan sampah, ilmu, obrolan, lok-lok-an, gojlok=gjlokan, dan aneka kepentingan lainya. Kitalah man behind the gun-nya. Mau kita jadikan apa bumi kita, dan facebook kita?
Alangkah indahnya bila kita bersama mengisi facebook dengan kesyukuran, semua berperan membantu motivasi bagi yang lagi drop, menyumbang dana bagi yang lagi ditimpa kemalangan atau berbagi untuk mendapatkan keridhoan Allah.
Harusnya kita sepaham dunia facebook diisi menjadi miniatur surga: berkata-kata santun, mengulas masalah dengan kejernihan hati, mengolok dengan maksud biar inget Allah, atau menampilkan foto yang membangkitkan kesadaran baru pentingnya menjadi soleh, indahnya bersedekah dan tolong-menolong dalam kebaikan.
Tapi fakta menunjukkan seperti apa kita melukisi facebook. Seperti kalam Allah bahwa setiap dunia hanya ada kerusakan, dan manusialah yang merusaknya sendiri. Dan tentu untuk menjaga terhadap kerusakan, bukan hanya tugas saya. : Anda pun juga.
Bagi sebagian orang facebook adalah seperti TV, yang bebas siaran dengan materi dari kita. Apa saja yg kita kerjakan, dumeh bebas, di ekspos. Nyayur ditulis, molet ditulis, mengerang ditulis. Opo ae ditulis. Lha kok gayane koyok artis "dadakan" kabeh? Mangkanya kalo ada kawan yg minta di add, memang saya akan mudah meng-add-nya. Tapi setelah 3 hari, postingannya "nyebelin, kemetak, gak duwe udel, eneg dirasa dipikiran, ngerusak cuaca" , langsung tak gendong eh, salah. Langsung tak hapus, tak busek, dan tak delete selamanya dari daftar temen saya. Duwe mata 2 kok, baca yang nggak perlu. Kecian amat mata dan hati saya, keisi dengan postingan nuclear waste.
Tapi ada juga yang tetep saya pertahankan di data teman, walau obrolannya agak sengak. Itu karena ada kedalaman hubungan; teman satu SMA, satu kerjaan dan sebagainya.Yah pemutihan-lah.
Kadang saya "gilo" kalo melihat satu postingan, yag ngomentari banyak banget. padahal kalo ditilik, gak onok apa-apane. Cumak lok-lok an, thok. Koyok ngene kok dibahas se? Heran, nek postingan sampah, akeh banget sing komen. Tapi nek postingan lurus, gak patek onok sing komen. Pantes Kanjeng Nabi pernah "ngendiko" nek ndik neroko ngono, penghuninya padat merayap.
Saya kali lain sering ngasih komen pada teman yang kalo posting komen, nggak ada komen yang mengikuti. Tindakan itu untuk memberi solidaritas, dukungan dan motivasi sehingga nggak patek kelihatan aneh aja; nulis "ijen" tanpa kawan.
Facebook juga terbuka terhadap kreativitas, foto dan dukungan pada grup. Pada foto banyak yang mengira dengan menampilkan foto elit, dilingkungan yang gemerlap akan "mendongkrak: nilai charakter mereka. Padahal omongannya banyak yang sia-sia, najis dan kurang indah di telinga. Tidakkah mereka belajar di John Roberts Power tentang pikiran, berkata-kata, dan bahasa tubuh?
Facebook adalah alat jitu pencarian teman. Fungsi ini sangat ajaib. Selama teman kita punya account facebook, kita dapet mencarinya di belahan bumi manapun. Namun facebook juga menjadi lautan sampah, ilmu, obrolan, lok-lok-an, gojlok=gjlokan, dan aneka kepentingan lainya. Kitalah man behind the gun-nya. Mau kita jadikan apa bumi kita, dan facebook kita?
Alangkah indahnya bila kita bersama mengisi facebook dengan kesyukuran, semua berperan membantu motivasi bagi yang lagi drop, menyumbang dana bagi yang lagi ditimpa kemalangan atau berbagi untuk mendapatkan keridhoan Allah.
Harusnya kita sepaham dunia facebook diisi menjadi miniatur surga: berkata-kata santun, mengulas masalah dengan kejernihan hati, mengolok dengan maksud biar inget Allah, atau menampilkan foto yang membangkitkan kesadaran baru pentingnya menjadi soleh, indahnya bersedekah dan tolong-menolong dalam kebaikan.
Tapi fakta menunjukkan seperti apa kita melukisi facebook. Seperti kalam Allah bahwa setiap dunia hanya ada kerusakan, dan manusialah yang merusaknya sendiri. Dan tentu untuk menjaga terhadap kerusakan, bukan hanya tugas saya. : Anda pun juga.
Tulisan yang sangat bagus, terharu membacanya. Ya facebook secara tidak sadar memang menguak karakter asli dari yang posting dan berkomentar...lanjutkan bos, tulisan2 yang membangun
BalasHapusiya saya juga sering melihat postingan teman2 saya persis seperti yang mas tulis di blog mas...jadi saya mohon ijin untuk menambahkan tulisan mas dalam notes di facebook saya...agar teman2 saya juga bisa membaca tuylisan mas dan semoga bermanfaat amin...
BalasHapusoh ya ni FB saya savior_dv@yahoo.com
mohon add as fren ya mas..thx b4..